Gagasan Full Day School Jadi Polemik di Jawa Timur
Siswa-siswi
SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo sedang mengikuti kegiatan di aula sekolah. (VOA/
Petrus)
SURABAYA –
Dunia pendidikan di Indonesia dihebohkan dengan wacana sekolah sehari penuh
(full day school) yang dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir
Effendy. Praktisi pendidikan serta orang tua siswa merespon keras usulan itu,
karena dianggap memberatkan siswa.
Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur menyatakan siap melaksanakan kebijakan
Kementerian Pendidikan terkait usulan sekolah sehari penuh (full day school),
yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Saiful Rachman mengatakan, pihaknya akan
melakukan kajian dan pemetaan terkait pelaksanaan full day school di
Jawa Timur.
“Pada
prinsipnya Jawa Timur siap merespon dari kebijakan Mendikbud yang baru terkait
dengan full day school, hanya saja yang perlu kita petakan adalah
daerah-daerah yang geografisnya sulit misalkan di pegunungan, kemudian di
pulau-pulau, ini perlu ada satu penanganan khusus untuk itu. Dan kita lihat
juga daerah yang IPM-nya (indeks pembangunan manusia) rendah, yang selama ini
dia kalau pulang sekolah membantu orang tua, ini juga kita harus petakan
juga," kata Saiful Rachman.
Saiful
Rachman mengatakan, perlu melakukan pengaturan ulang terkait jadwal pelajaran
siswa dan jam mengajar guru, sehingga full day school dapat berjalan
efektif.
“Kita harus
mulai kerja bareng dengan semua MKKS, Dinas-dinas, untuk mengatur, mendesain
lagi, mendesain lagi berkaitan jadwal pelajaran, pemetaan gurunya dan
lain-lainnya. Dan mereka lebih leluasa berkaitan jam mengajar, yang selama ini
kekurangan jam bisa lebih teratasi," lanjutnya.
Gagasan
sekolah sepanjang hari (full day school) untuk pendidikan dasar (SD dan
SMP), baik negeri maupun swasta, diharapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy, dapat meminimalisir aktifitas siswa yang negatif terutama
saat orang tua masih berada di tempat kerja.
Praktisi
sekaligus pengamat pendidikan, Tutut Guntari mengatakan, rencana kebijakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerapkan sistem full day school dinilai
tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia. Penerapan full day school dikhawatirkan
akan menjadi beban bagi anak-anak sekolah, terutama di daerah yang fasilitas
serta sumber daya manusianya belum memenuhi standard.
“Durasi
belajar itu tidak signifikan dengan prestasi, jadi menurut UNESCO, untuk
pendidikan dasar itu seharusnya tidak lebih dari 35 jam pelajaran per minggu,
kalau lebih dari 35 jam pelajaran per minggu, itu akan membuat otak anak-anak
itu rusak," kata Tutut. "Kemudian, kalau pun diterapkan, harus ada
program-program yang jelas, kemudian fasilitas sekolah terutama negeri yang ada
di pedesaan itu harus sudah disiapkan semua.”
Tutut
menambahkan, pemerintah semestinya memikirkan secara matang sebelum
mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan, karena dampak akibat penerapan
sistem ini tidak hanya dialami siswa didik, melainkan juga para guru atau
tenaga pengajar.
“Kalau
memang dipaksakan itu bisa terjadi tetapi dampak-dampak negatifnya nanti akan
secara psikologis terhadap guru juga ada, terhadap siswa juga ada. Efek
negatifnya penyesuaian terhadap full day school itu nanti guru-guru terutama
yang mempunyai anak balita msialnya, dia juga akan kesulitan mengatur
tugas-tugasnya yang ada di rumah juga, jadi guru kan juga manusia, guru juga
mempunyai tanggungjawab lain selain di sekolah," lanjutnya.
Gubernur
Jawa Timur Soekarwo, mengaku belum memahami konsep full day school yang digagas
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun Soekarwo mengatakan, interaksi antara
keluarga dengan siswa di rumah masih diperlukan, meski sistem full day school
di beberapa kasus, sangat membantu orang tua yang sibuk bekerja.
“Memang di
negara maju, aku ndelok putuku nang nggone (saya lihat cucu saya yang bertempat
tinggal di) Australia, iku (itu) full day, karena tidak ada pembantu di sana,
dia dititipkan sekolah sampai sore, bahkan sampai jam 7 malam, karena sekalian
nitipkan anaknya itu, karena pembantu gak onok (tidak ada). Nah kalau di sini full
day, aku ketemu putuku jam piro (saya ketemu cucu jam berapa)," kata
Soekarwo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar